Untuk kedua kalinya, Universitas Budi Luhur sebagai pemangku kepentingan mendapat undangan dari Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk terlibat dalam persidangan di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Denik Iswardani Witarti, Ph.D mewakili Universitas Budi Luhur menjadi salah satu Delegasi Republik Indonesia (Delri) dalam Sixth Biennial Meeting of States on the Programme of Action (BMS6).
BMS6 adalah pertemuan anggota PBB yang membahas mengenai pelaksanaan Programme of Action (PoA) dalam rangka mengurangi peredaran gelap senjata kecil kaliber ringan (Small Arms and Light Weapons/SALW) baik di tingkat nasional, regional maupun global. Pertemuan yang diadakan setiap dua tahun di New York ini merupakan yang terakhir sebelum pembahasan di Review Conference (Revcon3) yang akan diadakan tahun 2018.
Sidang yang berlangsung di Markas Besar New York tanggal 6-10 Juni 2016 ini membahas pandangan negara-negara anggota PBB mengenai beberapa isu sensitif yang berkaitan dengan pengaturan SALW. Denik, sebagai akademisi memberikan masukan kepada Delri untuk mempertimbangkan letak geografis Indonesia yang rawan terjadi kasus penyelundupan senjata gelap. Selain itu, Indonesia juga harus memperhatikan masih terjadinya konflik bersenjatanya di beberapa wilayah. Masukan ini untuk lebih menguatkan Delri dalam menjaga keamanan nasional Indonesia selama proses negosiasi di persidangan PBB tersebut. Terlebih lagi Indonesia masih belum menandatangani Arms Trade Treaty (ATT) karena tidak sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia.
Persidangan berlangsung sampai malam setiap harinya, pada akhirnya menghasilkan konsensus bersama. Perkembangan mengenai implementasi PoA ini akan kembali dibahas dalam Revcon3 di markas PBB pada tahun 2018 nanti.
Link Terkait:
UBL Jadi Delegasi RI Persidangan di New York
UBL Jadi Delegasi dalam Persidangan di PBB
Universitas Budi Luhur menjadi Delegasi RI dalam Persidangan di Markas PBB