UNIVERSITAS Budi Luhur menjadi tuan rumah Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia (PNMHII) yang berlangsung di kampus Universitas Budi Luhur Jakarta sejak 8-12 November 2016. Sebanyak 370 mahasiswa yang merupakan perwakilan dari 51 universitas ambil bagian dalam acara tersebut.
Pendiri yang juga pembina Yayasan Budi Luhur Cakti Djaetun HS mengatakan, untuk menciptakan perdamaian dunia, harus diupayakan terlebih dahulu dari negara sendiri. Misalnya, Indonesia harus dapat memanfaatkan forum multilateral regional seperti ASEAN untuk mendamaikan sejumlah konflik regional di kawasan ASEAN.
Guru Besar Universitas Parahyangan Prof V Bob Sugeng Hadiwinata PhD menuturkan pentingnya memahami kemananan manusia melalui perspektif Copenhagen School, atau sebagai salah satu agenda keamanan internasional.
“Karena itu, Indonesia harus mempunyai komitmen yang kuat untuk mendukung perdamaian internasional dengan optimalisasi keterlibatan,” katanya, Kamis (10/11).
Acara ini mengangkat tema Kontribusi Studi Hubungan Internasional dalam
Perdamaian Dunia yang juga dihadiri narasumber lainnya seperti Prof Dr Obsatar Sinaga dari Universitas Padjadjaran, Prof Dr Mochtar Masoed PhD dari Universitas Gadjah Mada, dan Prof Tirta Mursitama Ph D dari Universitas Bina Nusantara.
Universitas Budi Luhur selaku tuan rumah PNMHII ke-28 ini menonjolkan unsur Informasi Teknologi dalam upaya mempermudah penyelenggaran kegiatan PNMHII XXVIII. Setiap data peserta terintegrasi dengan sistem digital.
Pada kesempatan itu, Obsatar menambahkan, melihat pemetaan konflik dunia dengan menganalogikan negara besar sebagai gajah-gajah yang bertarung. Ia mengungkapkan perlunya mencermati teori Balance of Great Power dalam memahami situasi konflik dan kondisi ekonomi dunia saat ini. Karena pada akhirnya negara-negara kecil seperti Indonesia harus mewaspadai agar tidak menjadi korban dari negara-negara besar.
“Anda bisa bayangkan, jangankan gajah-gajah yang bertarung, kalau saja ada gajah laki-laki dan perempuan bermesraan saja, dampaknya bisa merusak rumput dan tanaman di sekitarnya,” ujarnya.
Lihat pula berita berikut:
http://poskotanews.com/2016/11/09/negara-kecil-selalu-jadi-korban-negara-besar/