NYARIS SELALU DI LUAR KELAS: Pemikiran, Kesan, dan Pesan tentang Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Budi Luhur

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata kuliah (MK) wajib yang harus diselenggarakan oleh perguruan tinggi manapun di Indonesia. Tak hanya di Indonesia, keberadaan PKn yang lazim disebut sebagai Civics juga menjadi mandatory subject bagi sekolah dan perguruan tinggi di berbagai belahan dunia.

PKn menjadi salah satu media utama untuk membekali generasi muda bangsa dengan pengetahuan sekaligus kecakapan yang dapat diterapkan secara nyata sebagai warga negara. Tujuan pembekalan kecakapan dan sikap kewarganegaraan ini selanjutnya menuntut PKn untuk menjadi semakin parsipatif dan bersifat praksis.

Dalam praktik perkuliahan, PKn sebagai MK wajib pada pendidikan sarjana (kecuali pada program studi khusus PKn) tidak memiliki detil spesifik mengenai perluasan ke arah pendekatan partisipatori dan praksis di atas. Salah satu hal yang paling sering dituding sebagai penyebabnya adalah alokasi satuan kredit pembelajaran yang terbatas.

Namun demikian, tak sedikit pula yang mengakui bahwa faktor manusia, terutama pengajar, seharusnya bisa lebih menentukan arah pembelajaran PKn di kampus-kampus. Selanjutnya, pengajar bersama siswa dapat memodifikasi pola perkuliahan PKn agar semakin partisipatif dan aplikatif.

Secara teoretis telah disebutkan sebelumnya bahwa transformasi pembelajaran kewarganegaraan menjadi pelibatan kewarganegaraan akan mengaplikasikan civic knowledge menjadi civic skill dan disposition. Data ini merupakan temuan dari peneliti Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Haryo Budi Rahmadi bersama pengampu kelas PKn FISIP Budi Luhur Andrea Abdul Rahman Azzqy dan Anggun Puspitasari. Adapun penelitian kecil ini dilaksanakan di bawah pengarahan dan evaluasi Prof. Dr. Abdul Azis Wahab, MA, pengampu materi Civic Engagement di Prodi Doktoral Universitas Pendidikan Indonesia.

Haryo Budi Rahmadi

Haryo menemukan fakta bahwasanya pelibatan kewarganegaraan secara lengkap bertransformasi dari tahapan civic learning, kepada civic virtue, dilengkapi civic knowledge, diaplikasikan sebagai civic skill, dan terakhir menjadi civic disposition. Hasil dari transformasi ini terutama akan membantu warga negara untuk mengembangkan sikap yang tidak hanya socially intelligent namun juga sensitive, dan selebihnya melengkapi kualitas socially capable dengan socially responsible.

PKn sebagaimana umunya memiliki bobot 2 (dua) Satuan Kredit Semester (SKS) yang berarti dalam sekali pertemuan mendapat alokasi waktu maksimal 1 jam 40 menit. Dengan alokasi waktu tersebut, sebanyak 1 (satu) SKS akan dioptimalkan untuk transmisi materi, sementara sebanyak 1 (satu) SKS lagi akan dimaksimalkan untuk melibatkan partisipasi aktif mahasiswa antara lain dalam bentuk diskusi, debat, dan quiz.

Sebagaimana dijelaskan oleh Andrea dan Anggun bersama Haryo, proses kegiatan belajar megajar untuk beberapa pertemuan kelas PKn yang diampu oleh kedua pengajar tersebut, mengarahkan partisipasi mahasiwa agar dilebarkan ke luar kelas, yaitu ke lingkungan kampus dan sekitarnya, lingkungan rumah mahasiswa, dan atau tujuan lain yang ditentukan. Meskipun tetap mengangkat materi PKn, partisipasi luar kelas sebetulnya belum ditujukan untuk membangun kontribusi siswa dalam penyelenggaraan negara, namun lebih kepada upaya mengingatkan siswa agar tidak menjadi individu yang apatis.

Haryo menemukan beberapa temuan menarik, diantaranya, ketika perkuliahan PKn diselenggarakan sebagai blended class, maka ada kesempatan untuk saling bertukar perspektif, sekaligus menghilangkan sekat-sekat disiplin, baik secara ilmiah hingga yang bersifat egosentrisme kelompok. Keuntungan lain dari penyelenggaraan MK PKn secara blended class ini juga memungkinkan diangkatnya topik-topik yang relatif lebih filosofis dan reflektif mulai dari tataran individual bertahap hingga ke tataran negara.

Lebih jauh Haryo bersama Andrea dan Anggun, melakukan tanya jawab dengan para mahasiswa sebagai unpan balik mata kuliah PKn, mahasiswa berpendapat bahwa yang paling menonjol dalam pelaksaan kuliah tersebut adalah siswa tidak bisa bersikap apatis karena harus siap mendapat pertanyaan. Selain itu, PKn terkenal sebagai MK yang “seru” dan nyaris selalu di luar kelas. Mahasiswa PKn bahkan diarahkan untuk berbicara dengan banyak pihak seperti sesama mahasiswa, prajurit, hingga pihak-pihak yang tidak terduga, seperti anak punk dan bahkan orang “bule”.

Esensi PKn itu sendiri dirasakan oleh mahasiswa sebagai upaya membuat mahasiswa memahami keberadaannya sebagai warganegara Indonesia dan juga memahami negaranya sendiri. Banyak pendapat umum menunjukkan bahwa pembicaraan mengenai negara adalah sesuatu yang terlalu rumit, padahal peran sebagai warga negara sebetulnya tak lepas dari peran dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, permasalahan negara juga sebenarnya setiap hari telah dihadirkan oleh media, dan untuk itu PKn menyajikan beragam perspektif  mengenai cara untuk memahami perkembangan tersebut.

Di akhir kegiatan Haryo menyimpulkan bahwa, pengembangan cara-cara untuk semakin meningkatkan partisipasi mahasiswa di masa mendatang dipastikan akan terus berkembang seiring waktu. Antara lain dapat berupa penerapan pendekatan hands-on project ataupun product thinking sehingga setiap perkuliahan akan diakhiri dengan embrio berbagai karya. Keberadaan karya ini diharapkan akan membuat transfer kognisi dan afeksi yang diupayakan selama kuliah masih terus akan berkembang atau setidaknya membekas pada kehidupan nyata mahasiswa meskipun setelah perkuliahan usai.

Diskusi Haryo dan mahasiswa di Doktorandus Koffie

Selain mengirim mahasiswa ke luar kelas, perkuliahan PKn juga cukup terbantu dengan adanya wadah-wadah kegiatan yang mendatangkan pihak ekstra kampus ke ranah intra kampus. Salah satu kegiatan yang dipandang sangat potensial untuk bisa mewadahi cita-cita peningkatan partisipasi mahasiswa di luar kelas adalah melalui Diskusi Djum’at Doktorandus (3D). Pada awalnya acara ini digagas sebagai sarana ganti suasana untuk pembelajaran mahasiswa namun dengan pelebaran topik secara bebas dan bertanggungjawab. Demikian pula pesertanya dapat melebar tidak hanya di kalangan dosen dan mahasiswa UBL semata namun juga segenap tamu Doktorandus.

Untuk melihat jurnal silahkan klik link di bawah ini.

*Haryo Budi Rahmadi merupakan Peneliti Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

* Andrea Abdul Rahman Azzqy dan Anggun Puspitasari merupakan Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), FISIP Universitas Budi Luhur.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.