[:en]
Berbicara tentang kearifan lokal Indonesia, maka tidak lepas dari nilai-nilai kebudiluhuran. Apalagi ketika kearifan lokal itu dijadikan sebagai nilai dalam pencegahan kejahatan di masyarakat.
Hal inilah yang menjadi topik pembahasan dalam kegiatan seminar series yang diselenggarakan Prodi Kriminologi, FISIP Universitas Budi Luhur, Jl Petukangan Utara, Jakarta Selatan, Selasa (11/04/2017).
Seminar ini tidak hanya dihadiri oleh guru besar Kriminologi, Prof Ronny Nitibaskara dan Kepala Pusat Studi Kebudiluhuran, Rusdiyanta, namun seniman Indonesia, Inul Daratista. Ketiga tokoh ini pun membahas nilai-nilai kearifan lokal sebagai pencegahan kejahatan dari sisi yang berbeda.
Prof Ronny sebagai pemateri pertama menjelaskan bagaimana melihat garis dan kerutan di wajah seseorang. Dari garis dan kerutan tersebut, seseorang dapat mendeteksi sifat dan watak dari orang lain. Hal ini dapat dijadikan tindakan antisipasi dan pencegahan kejahatan yang dapat terjadi pada diri seseorang. Prof Ronny pun mencontohkan beberapa gambar-gambar selebritis dunia dan tokoh-tokoh Indonesia seperti Prabowo Subianto.
“Orang yang memiliki garis di antara dahi semakin dalam, itu artinya orang tersebut berani mengambil resiko. Orang yang memiliki ujung hidungnya naik ke atas, tandanya mereka baik hati dan mudah percaya dengan orang. Orang yang memiliki dagu lancip biasanya keras kepala. Orang yang memiliki mata menjorok ke dalam biasanya serius dalam hal hidup, pekerjaan dan tanggung jawab,” kata kriminolog yang menjadi saksi dalam kasus Jessica ini.
Selain itu, Prof Ronny juga mengatakan seseorang dapat juga mendeteksi orang lain dengan melihat gesturenya. Dengan melihat gesture seseorang, dapat dibaca orang tersebut akan berbuat jahat atau tidak.
Paparan mengenai kearifan lokal kemudian dilanjutkan oleh pemateri kedua yaitu Rusdiyanta. Sebagai dedengkotnya FISIP Universitas Budi Luhur, Rusdiyanta mengatakan, kearifan lokal dinilai sebagai sesuatu yang baik dan benar yang berlangsung secara turun-temurun. Sedangkan di dunia ini, terdapat dua kelompok manusia yaitu kelompok baik dan kelompok jahat. Kearifan lokal dari filosofi Jawa menurut Rusdiyanta, sangat berpengaruh dalam pencegahan kejahatan. Hal inilah yang mengacu pada nilai-nilai kebudiluhuran yang diterapkan di Universitas Budi Luhur.Filosofi inilah yang juga masuk dalam nilai-nilai kebudiluhuran.
“Hakikat berbudiluhur adalah menjadi orang yang lebih baik dan bermanfaat,-norma hukum, agama, dan sopan santun menciptakan budi pekerti luhur. Budi luhur adalah konsep, cita-cita, yang ingin dicapai dan prakteknya terwujud dalam budi pekerti,” kata Rusdiyanta.
Menurut Rusdiyanta, ketika seseorang dapat mengenali diri sendiri dan baik kepada diri sendiri, maka orang tersebut akan baik kepada orang lain atau masyarakat lingkungan sekitarnya. Sebagai manusia, seseorang harus mengenal diri sendiri agar dapat lebih mengenal Tuhannya dan baik terhadap sesama manusia dan lingkungannya.
“Kejahatan dapat dicegah dengan kebudiluhuran,” tegas Rusdiyanta.
Pemateri ketiga kemudian diakhiri oleh pedangdut yang kedatangannya awal-awal di dunia hiburan sempat menjadi kontroversi, Inul Daratista. Kontroversi goyang ngebor ini justru menjadikan Inul semakin banyak belajar dalam kehidupan. Inul belajar bagaimana menghadapi lingkungan, dari lingkungan di daerah Pasuruan, tempat asalnya ke lingkungan ibukota yang menolak goyang ngebornya.
“Yang terpenting adalah bagaimana cara kita menjaga diri kita sendiri untuk menghindari kejahatan. Saya bukan orang yang mudah putus asa dan yakin bahwa kehidupan seseorang bisa diubah di masa depan,” kata Inul.
Kejahatan-kejahatan yang timbul dari berbagai stigma negative termasuk terhadap Inul selama ini menjadi kekuatan tersendiri. Inul yakin dengan iman, kejahatan bisa dicegah, baik kejahatan secara nyata maupun melalui stigma tadi.
“Kejahatan bisa dicegah dengan iman,” ujarnya.[:]