[:en]Dosen HI, FISIP, UBL berpartisipasi dalam International Conference “Human Rights, Migration, and Development in ASEAN yang dilaksanakan oleh Kedutaan Besar Belanda bekerjasama dengan CSEAS (Center of Southeast Asian Studies), 12 Desember 2017. Kegiatan ini mengundang lebih dari 80 stakeholder dari pemerintahan, institusi, organisasi internasional, research center dan media.
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh perlindungan hak asasi manusia atas migrasi tenaga kerja yang tidak teratur. Faktanya, kekerasan terhadap perempuan dan eksploitasi/pelecehan berbasis gender; populasi besar yang tidak berdokumen; upah rendah; jam kerja yang panjang; kondisi kerja eksploitatif; tidak dibayar gaji; tempat kerja, masih banyak terjadi.
Permasalahan tersebut diatur sejak tahun 1948 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang diadopsi dan diproklamirkan oleh Resolusi Majelis Umum 217 (A) (III).
ASEAN sebagai integrasi regional di Asia Tenggara sudah menyatakan untuk menjadi daerah yang berbagi tanggung jawab untuk mewujudkan kawasan yang aman dan sejahtera dengan meningkatkan kualitas hidup masyarakat ASEAN. Sayangnya, negara anggota ASEAN masih kurang harmonis baik peraturan nasional maupun regional yang terkait dengan hak migrasi tenaga kerja untuk tujuan ketenagakerjaan di seluruh ASEAN. Beberapa masalah yang berkaitan dengan prosedur dan sistem visa dijelaskan bagaimana negara-negara anggota ASEAN belum selesai untuk mendukung arus bebas migrasi tenaga kerja di seluruh ASEAN.
Kegiatan ini bertujuan agar ASEAN terus meningkatkan kesadaran untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia untuk migrasi tenaga kerja guna mewujudkan negara yang aman dan sejahtera dengan Komunitas ASEAN dengan memperbaiki kualitas hidup rakyat di ASEAN, dengan beberapa inisiatif peraturan bersama untuk visi bersama terhadap Komunitas Sosial Budaya ASEAN 2025.[:ID]
Dosen HI, FISIP, UBL berpartisipasi dalam International Conference “Human Rights, Migration, and Development in ASEAN yang dilaksanakan oleh Kedutaan Besar Belanda bekerjasama dengan CSEAS (Center of Southeast Asian Studies), 12 Desember 2017. Kegiatan ini mengundang lebih dari 80 stakeholder dari pemerintahan, institusi, organisasi internasional, research center dan media.
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh perlindungan hak asasi manusia atas migrasi tenaga kerja yang tidak teratur. Faktanya, kekerasan terhadap perempuan dan eksploitasi/pelecehan berbasis gender; populasi besar yang tidak berdokumen; upah rendah; jam kerja yang panjang; kondisi kerja eksploitatif; tidak dibayar gaji; tempat kerja, masih banyak terjadi.
Permasalahan tersebut diatur sejak tahun 1948 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang diadopsi dan diproklamirkan oleh Resolusi Majelis Umum 217 (A) (III).
ASEAN sebagai integrasi regional di Asia Tenggara sudah menyatakan untuk menjadi daerah yang berbagi tanggung jawab untuk mewujudkan kawasan yang aman dan sejahtera dengan meningkatkan kualitas hidup masyarakat ASEAN. Sayangnya, negara anggota ASEAN masih kurang harmonis baik peraturan nasional maupun regional yang terkait dengan hak migrasi tenaga kerja untuk tujuan ketenagakerjaan di seluruh ASEAN. Beberapa masalah yang berkaitan dengan prosedur dan sistem visa dijelaskan bagaimana negara-negara anggota ASEAN belum selesai untuk mendukung arus bebas migrasi tenaga kerja di seluruh ASEAN.
Kegiatan ini bertujuan agar ASEAN terus meningkatkan kesadaran untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia untuk migrasi tenaga kerja guna mewujudkan negara yang aman dan sejahtera dengan Komunitas ASEAN dengan memperbaiki kualitas hidup rakyat di ASEAN, dengan beberapa inisiatif peraturan bersama untuk visi bersama terhadap Komunitas Sosial Budaya ASEAN 2025.[:]